“Aku kehilanganmu, Asa.” ujarmu lirih.
Aku diam.
Aku benci pernyataan yang terucap olehmu.
Ingin
kutusuk telingaku agar tak mendengar suaramu. Ingin kukeluarkan bola
mataku agar tak melihat wajah memelasmu. Ingin kupotong lidahku agar tak
membalas apapun pernyataaanmu.
Mengapa harus kau ucapkan sekarang.
Mengapa tak saat aku memutuskan pergi menjauh darimu. Kau hanya membiarkanku yang pergi dengan tangis kekecewaan.
Mengapa dulu kau tak menjaga kepercayaanku sehingga aku tak pernah bisa mempercayaimu lagi.
“Asa yang dulu sudah tidak ada ya. Asa yang dulu suka cerita-cerita tentang masa kecil dan lain-lain.”
Aku diam.
Tak
ingin menanggapi apapun yang kau ucapkan. Karena kata-kata adalah
kuasamu. Jika aku menjawab semua ucapanmu, kau pasti mampu memainkan
kata-katamu sebagai senjata. Mengaduk-aduk perasaan.
Harusnya aku ingatkan kau. Di siang dan malam yang telah lalu. Tentang rasa kecewaku.
“Aku sudah merendahkan diri. Mencoba menyambung komunikasi lagi. Tapi sepertinya Asa sudah mati hati.”
Tidak. Hatiku tidak mati. Aku masih menyimpan perasaan padamu. Perasaan benci dan dendam atas permainanmu dulu.
“Aku kira cukuplah, kapan-kapan lagi aja.”
Kau pergi. Aku berharap kau tak kembali lagi.
Singkawang, 20 Nov 2013..
Pemanasan
Senin, 25 November 2013
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar